Kamis, 24 Oktober 2013
Minggu, 13 Oktober 2013
MAKALAH WACANA BAHASA INDONESIA
WACANA BAHASA INDONESIA
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam atas nikmat dan
karunia yang tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat,
dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada bapak Petrus selaku dosen
pembimbing mata kuliah Wacana Bahasa Indoonesia, yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengerjakan tugas tentang Wacana Bahasa
Indonesia. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada
keluarga yang telah memberikan motivasi dan masukan sehingga makalah ini
dapat diselesaikan.
Makalah
yang mengenai wacana bahasa Indonesia ini merupakan bacaan yang baik
untuk semua kalangan dari orang tua hingga anak pelajar. Tidak lupa juga
kami menyampaikan bahwa masih kurangnya isi dari makalah kami ini
mungkin dengan adanya kritik dan saran dari pembaca kami sangat
berterimakasih dan berlapang dada untuk menerima masukannya.
Tiada gading yang tak retak,
pepatah ini mewakili penulis untuk meminta kritik dan saran bagi
kesempurnaan makalah ini apabila terdapat banyak kesalahan untuk
menambah wawasan keilmuan penulis.
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
SAMPUL DEPAN............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI.......................................................................................... 3
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Wacana............................................................................................ 4
3.2 Jenis Wacana...................................................................................................... 4
3.3 Syarat Terbentuknya Wacana.......................................................................... 5
3.4 Ciri-ciri wacana.................................................................................................. 8
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan......................................................................................................... 9
4.2 Saran................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam
praktek berbahasa ternyata kalimat bukanlah satuan sintaksis terbesar
seperti banyak diduga atau diperhitungkan orang selama ini. Kalimat atau
kalimat-kalimat ternyata hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang
lebih besar yang disebut wacana( inggris:discourse) bukti bahwa kalimat
bukan satuan terbesar dalam sintaksis, banyak kita jumpai kalimat yang
jika kita pisahkan dari kalimat-kalimat yang ada disekitarnya, maka
kalimat itu menjadi satuan yang tidak mandiri. Kalimat-kalimat itu tidak
mempunyai makna dalam kesendiriannya. Mereka baru mempunyai makna bila
berada dalam konteks dengan kalimat-kalimat yang berada disekitarnya.
Kalau
kalimat itu adalah unsur pembentuk wacana, maka persoalan kita
sekarang apakah wacana itu, apakah cirri-cirinya, bagaimana ujudnya,
atau bagaimana pembentukannya. Berbagai macam definisi tentang wacana
telah dibuat orang. Namun , dari sekian banyak definisi yang
berbeda-beda itu, pada dasarnya menekankan bahwa wacana adalah satuan
bahasa yang lengkap. Sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan
gramatikal tertinggi atau terbesar.
Sebagai
satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat
konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh
pembaca( dalam wacana tulis) atau pendengar( dalam wacana lisan), tanpa
keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar,
berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang
memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya.
Persyaratan
gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah
terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara
unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesi,
akan terciptalah kekoherensian, yaitu isi wacana yang apik dan benar.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini memiliki beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengertian wacana itu?
2. Bagaimana memahami jenis wacana?
3. Bagaimana syarat terbentuknya wacana?
C. Tujuan Penulisan
Dalam
makalah ini ada pun tujuan penulisan yaitu untuk mengetahui pengertian
wacana, memahami jenis wacana dan mengetahui persyaratan terben, tuknya
wacana. Tujuan penulisan ini juga untuk memberikan pengetahuan dan
wawasan kepada pembaca.
BAB II
LANDASAN TEORI
Wacana
pada dasarnya merupakan pemahaman terhadap teks yang diperlukan oleh
masyarakat bahasa dalam komunikas dengan informasi yang utuh. Wacana
yang utuh harus dipertimbangkan dari segi isi ( informasi) yang koheren,
sedangkan kekohensifannya dipertimbangkan dari ketuntutan unsur
pendukung( bentuk). Sumarlam (2003:15) mengemukakan bahwa wacana adalah
satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato,
ceramah khotbah dan dialog. Atau secara tertulis seperti cerpen, novel,
buku, surat, dan dokumen tertulis yang dilihat dari struktur lahirnya(
dari segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur
batinnya( dari segi maknanya) bersifat koheren terpadu.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian wacana
Wacana adalah satuan
bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan
satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang
lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan,
pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam
wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun.
Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari
kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan
kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam
wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan
antara unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan
benar.
Istilah
wacana mempunyai acuan yang lebih luas dari sekedar bacaan. Wacana
merupakan satuan bahasa yang paling besar di gunakan dalam komunikasi.
Satuan bahasa di bawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frase,
kata dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian bunyi merupakan bentuk kata.
Rangkaian kata membentuk frase dan rangkaian frase membentuk kalimat.
Akhirnya, rangkaian kalimat membentuk wacana.
B. Jenis Wacana
Dalam
perbagai kepustakaan ada di sebut berbagai jenis wacana sesuai sdengan
sudut pandang dari mana wacana itu di lihat. Begitulah, pertama-tama di
lihat adanya wacana lisan dan wacana tulis berkenaan dengan sarananya,
yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis. Kemudian ada pembagian wacana
prosa dan wacana puisi di lihat dari kegunaan bahasa apakah dalam bentuk
uraian ataukah bentuk puistik.
Selanjutnya,
wacana prosa ini di lihat dari penyampaian isinya di bedakan lagi
menjadi wacana narasi, narasi eksposisi, wacana persuasi dan wacana
argumentasi. Wacana narasi bersifat menceritakan suatu topic atau hal ;
wacana eksposisi bersifat memaparkan topic atau watak; wacana persuasi
bersifat mengajak, menganjurkan atau melarang; dan wacana argumentasi
bersifat member argument atau alasan terhadap suatu hal. Masih terbuka
adanya jenis wacana lain mengingat penggunakan bahasa sangat luas, yang
mencakup berbagai segi kehidupan manusia.
C. Syarat Terbentuknya Wacana
Adapun
persyaratan gramatikal dalam wacana dapat di penuhi atau dalam wacana
itu sudah terbina yang di sebut adanya keserasian hubungan antara
unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesif ,
akan terciptalah kekoherensian yaitu isi wacana yang apik dan benar.
Kekohesifan
itu dicapai dengan cara pengacuan dengan menggunakan kata ganti –nya
mari kita lihat! Kalimat (1) adalah kalimat bebas, kalimat utama yang
berisi pernyataan, bahwa sekarang di Riau amat sukar mencari terubuk.
Kalimat (2) adalah kalimat 3terikat, yang di kaitkan dengan kalimat (1)
dengan menggunakan kata gantinya-nya pada kata ikannya dan telurnya yang
jelas mencakup pada terubuk pada kalimat (1). Kalimat (3) juga di
kaitkan dengan kalimat (1) dan kalimat (2) dengan menggunakan kata ganti
-nya pada kata harga-nya yang juga jelas mencakup pada kata terbuk pada
kalimat (1). Lalu, kalimat (4) merupakan kesimpulan terhadap pernyataan
pada kalimat (1), (2) dan (3), yang di kaitkan dengan bantuan konjungsi
antar kalimat makanya.
Kekohesifan
wacana itu di lakukan dengan mengulang kata pembaharu pada kalimat (1)
dengan kata pembaharuan pada kalimat (2); serta mengulang frase
perubahan jiwa pada kalimat (2) perubahan pada kalimat (3). Adanya
pengulangan unsure yang sama itu menyebabkan wacana itu menjadi
kekoherens dan apik. Namun, pengulangan-pengulangan seperti di atas yang
tampak kohesif, belum tentu menjamin terciptanya kekoherensian. Jadi
syarat terbentuknya wacana apabila adanya kohesif dan koherensi.
Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif, antara lain adalah
1. Konjungsi,
yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat; atau
menghubungkan paragraf dengan paragraph. Dengan penggunaan konjungsi
ini, hubungan itu menjadi lebih eksplisit, dan akan menjadi lebih jelas
bila dibandingkan dengan hubungan yang tanpa konjungsi. Contohnya: Raja
sakit. Permaisuri meninggal.
Pada
contoh diatas, hubunngan antara kalimat pertama dengan kalimat kedua
itu tidak jelas: apakah hubungan penambahan, apakah hubungan sebab dan
akibat, atau hubungan kewaktuan. Hubungan menjadi jelas, misalnya diberi
konjungsi, dan menjadi kalimat sebagai berikut:
1. Raja sakit dan pernaisuri meninggal.
2. Raja sakit karena permaisuri meninggal.
3. Raja sakit ketika permaisuri meninggal.
4. Raja sakit sebelum permaisuri meninggal
5. Raja sakit. Oleh karena itu, permaisuri meninggal.
6. Raja sakit, sedangkan permaisuri meninggal.
2. Menggunakan
kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis.
Dengan menggunakan kata ganti sebagai rujukan anaforis, maka bagian
kalimat yang sama tidak perlu di ulang, melainkan dig anti dengan kata
ganti itu. Maka oleh karena itu juga, kalimat-kalimat tersebut saling
berhubungan.
3. Menggunakan
ellipsis, yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat
kalimat yang lain. Dengan ellipsis, karena tidak di ulangnya bagian yang
sama, maka wacana itu tampak menjadi lebih efektif, dan penghilangan
itu sendiri menjadi alat penghubung kalimat di dalam wacana itu.
Selain
dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koherens dapat
juga di buat dengan bantuan berbagai aspek semantik. Caranya, antara
lain:
1. Menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana. Misalnya:
a. Kemarin hujan turun lebat sekali. Hari ini cerahnya bukan main.
b. Saya datang anda pergi. Saya hadir, anda absen. Maka, mana mungkin kita bisa bicara.
2. Menggunakan hubungan generik-spesifik; atau sebaliknya spesifik-generik. Misalnya:
a. Pemerintah berusaha menyediakan kendaraan umum sebanyak-banyaknya dan akan berupaya mengurangi mobil-mobil pribadi.
b. Kuda itu jangan kau pacu terus. Binatang juga perlu beristirahat.
3. Menggunakan
hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara
dua buah kalimat dalam satu wacana. Misalnya:
a. Dengan cepat di sambarnya tas wanita pejalan kaki itu. Bagai elang menyambar anak ayam.
b. Lahap benar makanannya. Seperti orang yang sudah satu minggu tidak ketemu nasi.
4. Menggunakan
hubungan sebab-akibat di antara isi kedua bagian kalimat; atai isi
antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Misalnya:
a. Dia malas, dan sering kali bolos sekolah. Wajarlah kalau tidak naik kelas.
b. Pada pagi hari bus selalu penuh sesak. Bernafas pun susah di dalam bus itu.
5. Menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana. Misalnya:
a. Semua anaknya di sekolahkan. Agar kelak tidak seperti dirinya.
b. Banyak jembatan layang di bangun di Jakarta. Supaya kemacetan lalu lintas teratasi.
6. Menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana. Misalnya:
a. Becak sudah tidak ada lagi di Jakarta. Kendaraan roda tiga itu sering di tuduh memacetkan lalu lintas.
b. Kebakaran sering melanda Jakarta. Kalau dia datang si jago merah itu tidak kenal waktu, siang ataupun malam.
D. Ciri-ciri wacana
1. Dalam wacana perlu ada unsur-unsur susun atur menurut sabab, akibat, tempat, waktu, keutaamaan dan sebagainya.
2. Wacana
harus mempunyai andaian dan inferensi. Maklumat pertama dalam wacana di
gelar andaian manakala maklumat berikutnya disebut inferensi.
3. Setiap kata dalam wacana harus ada maklumat baru yang ada dalam kata sebelumnya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wacana adalah satuan
bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan
satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang
lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan,
pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam
wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun.
Untuk membuat sebuah wacana yang baik itu, harus memenuhi persyaratan
terbentuknya wacana. Terbentuknya wacana dibutuhkan adanya kohesif dan
koherens di dalam hubungan antar kalimat di dalam wacana.
B. Saran
Adapun saran bagi pembaca antara lain:
1. Bagi
pembuatan wacana harus memperhatikan kohesif dan koherens di dalam
sebuah wacana. Karena tanpa kohesif dan koherens kita tidak dapat
memahami maksud atau tujuan yang ada di dalam sebuah wacana tersebut.
2. Pembaca harus memperhatikan kaidah penulisan yang ada di dalam sebuah wacana.
3. Dalam pembuatan wacana diharapkan tidak terdapat penyimpangan kata ataupun kalimat.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta
http://books.google.co.id/books?id=GgUSxxXw0JIC&pg=PA595&lpg=PA595&dq=pengertian+wacana&source=bl&ots=1vXjJBDucY&sig=pJBtwu8jV02dAGE6x4FuF0G-UUE&hl=id&ei=w_ArTZvaM4PUrQelro2ECg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=5&ved=0CCsQ6AEwBDgK#v=onepage&q=pengertian%20wacana&f=true
Langganan:
Postingan (Atom)